Selasa, 22 Desember 2009

PEMBINAAN TERHADAP ALIRAN KEAGAMAAN DALAM AGAMA HINDU


PEMBINAAN TERHADAP ALIRAN KEAGAMAAN DALAM AGAMA HINDU
I.Pendahuluan
Perkembangan Agama Hindu di Indonesia,sesungguhnya tidaklah di kenal adanya sekte ataupun aliran. Istilah sekte atau aliran umumnya dimunculkan oleh para ilmuwan social seperti ahli antropologi,arkeologi,sosiologi,ilmu sejarah dan lain-lain.Hal itu wajar karena para ilmuwan social melihat masalah kehidupan beragama itu secara empiris fenomenologis dan dibahas dari sudut ilmu masing-masing.Hal tersebut tidak menyentuh aspek sradha atau keimananya.Hal itu bukan wilayah ilmu social.
Dalam Agama Hindu kalau ada memandang bahwa ada sekte itu adalah merupakan sampradaya yang parampara.Istilah sampradaya berasal dari bahasa sansekerta dari kata “sam” artinya kebersamaan atau persatuan dan kata “daya” berarti kekuatan cinta kasih,sedangkan kata “parampara” artinya perguruan spiritual yang berkelanjutan dan turun temurun maka kalau di India banyak terdapat perguruan spiritual ,yang menonjolkan salah satu keutamaan dewa,sedangkan kalau di Bali adalah dengan system Aguron-guron (perguruan)jadi sampradaya adalah perkumpulan atau sekelompok umat hindu yang memperdalam dan mengamalkan Ajaran kitab suci weda,perbedaan antara satu sampradaya dengan sampradaya lainnya adalah,guru pemimpinnya yang dipakai panutan,cara penghayatan yang memakai system Adikari dan ista dewata,kalau system adikari  adalah berdasarkan astangga yoga.Diantara delapan tingkatan yoga (astangga yoga)ada yang lebih ditekankan,ditonjolkan dari kedelapan tersebut ada yang menekankan pada yama dan niyamanya ada yang menekankan yoga asanasnya.Ada yang menekankan dhyana atau meditasinya,kesemuanya ini dalam ajaran Agama Hindu di benarkan yang didasarkan oleh sumber Manawadharmasastra VII.10 yang menyatakan bahwa untuk mensukseskan tujuan Dharma (Dharma Sudiyartha) maka hendaknya diterapkan dengan lima pertimbangan yaitu:ikhsa,sakti,desa,kala dan tattwa.
II.Sumber Ajaran
Sumber ajaran Agama Hindu adalah kitab suci catur veda.Syair-Syair kitab suci Weda Sruti disebut Mantra.Sedangkan syair-syair kitab Sastra weda disebut Sloka.Kitab suci Catur Weda itu terdiri dari 20389 Mantra.Empat kitab suci weda itu dipelajari oleh 1180 Sakha atau kelompok spiritual.Rg Weda dengan jumlah Mantra sebanyak 10552 dipelajari oleh 21 Sakha. Sama Weda dengan jumlah Mantra 1.875 dipelajari oleh 1000 Sakha.Yajur Weda dengan jumlah Mantra 1975 Mantra dipelajari oleh 109 Sakha dan Atharwa Weda dengan jumlah Mantra 5.967 dipelajari oleh 50 Sakha.Setiap Sakha dibahas atas bimbingan Resi yang benar-benar menghayati Weda baik teori maupun praktek.
Resi itu disebut Sadaka karena telah mampu melakukan Sadana atau mewujudkan ajaran suci Weda dalam kehidupannya sehari-hari.Orang yang mampu melakukan Sadana itulah yang disebut Sadaka.Sakha itu ibarat sekolah.Sedangkan kitab suci Weda itu ibarat “kurikulum” yang harus diterapkan oleh sekolah tersebut.Meskipun kurikulum yang diterapkan oleh setiap sekolah itu sama,pasti setiap sekolah itu memiliki cirri khas tersendiri yang membedakan satu sekolah dengan sekolah yang lainnya.Demikian jugalah halnya dengan proses mendalami kitab suci Weda sumber ajaran Hindu.Disamping itu Weda adalah kitab suci yang sangat memberikan kemerdekaan pada setiap orang yang meyakininya menyerap ajaran Weda sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing umat.
Dari system Sakha itulah melahirkan kitab-kitab Upanisad.Pandangan setiap Upanisad tentunya memiliki penekanan yang berbeda-beda.Perbedaan itu adalah perbedaan aspek yang ditekankan.Perbedaan tersebut bukan merupakan pertentangan dalam Hindu.Perbedaan itu semua mengacu pada batas yang diberikan oleh Weda.
Karena itu Upanisad adalah sari-sari dari pada kitab suci Weda.Dari Sakha itulah itulah berkembang Sampradaya atau garis perguruan.Tiap-tiap garis perguruan tentunya mempertahankan ciri-ciri khas mereka atau mencapai apa yang disebut Parampara.
Parampara artinya berkesinambungan atau tidak putus-putusnya.Tiap-tiap Sampradaya tentunya berlomba secara sehat untuk mengimplementasikan ajaran Weda dalam meningkatkan kwalitas hidup.Perbedaan cirri khas inilah yang sering disebut sekta oleh para ilmuwan social.
Di Indonesia sedikit saja ada perbedaan dengan tradisi cara penampilan orang beragama Hindu sudah dituduh sekta bahkan sering dituduh aliran sesat.Sialnya lagi tanpa meneliti konsep dasar dan aplikasi dari onsep tersebut dalam kegiatan hidup sehari-hari.Di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya Agama Hindu yang dianut oleh umat Hindu terdiri dari berbagai sekta.Sekta yang paling mendominasi sekta lainnya adalah sekta siwa sidhanta.Namun kembali saya nyatakan istilah sekte itu kuranglah tepat.Namun karena istilah itu sudah kadung popular agak sulit juga mengembalikan pada istilah yang benar yaitu Sampradaya.
Dari keanekaragaman Sampradayaitulah muncul keaneka ragaman budaya rohani dan budaya duniawi yang memberikan kegairahan hidup untuk menghapus kejenuhan rutinitas yang berkepanjangan.Sekte-sekte tersebut memberikan warna warni pada kehidupan beragama Hindu.Warna-warni itu memotivasi setiap orang atau kelompok untuk terus berkreasi mengembangkan tradisi Weda.Memang hidup tanpa tradisi menjadi risi.Namun tradisi tanpa kreasi menjadi basi.Kreasi dalam tradisi harus tetap membawa visi dan misi Weda.Mahatma Gandhi mengatakan berenang dilautan tradisi adalah suatu keindahan.Namun kalau sampai menyelam dilautan tradisi adalah suatu ketololan.Kehidupan beragama yang sering diintervensi oleh penguasa menyebabkan tersendatnya kreasi untuk menanamkan esensi weda kedalam lubuk hati sanubari umat penganutnya.Penguasa umumnya sangat takut pada perubahan kalau bukan perubahan itu atas kehendaknya.karena itulah kreasi untuk menanamkan nilai-nilai weda pada umat itu menjadi agak tersendat-sendat.Karena setiap kreasi dituduh sekretarian.Yang dipentingkan dalam kehidupan beragama adlah outputnya berupa kwalitas hidup yang semakin meningkat baik moral maupun mental.
Sakha-sakha yang mendalami Mantra Weda tersebut bagaikan sekolah yang mendalami kesucian Weda.Dari sinilah munculnya kelompok-kelompok yang kemudian oleh para ilmuwan tertentu disebut sekte bahkan ada yang menyebut aliran.Munculnya hal itu setelah jaman purana.Setelah purana kelompok belajar mendalami Weda yang pada mulanya disebut sakha itu semakin berkembang.Ada kelompok yang memuja Tuhan dengan menonjolkan nama Tuhan tertentu.Misalnya ada yang lebih menekankanpemujaan pada parama siwa,ada yang menekankan pada Maha Wisnu,ada yang menekankan pada Param Brahma ada yang menekankan pada pemujaan Sri Krisna sebagai Tuhan Yang Maha Esa.Demikian seterusnya.Bagi yang benar-benar memahami Agama Hindu perbedaan penekanan Nama Tuhan yang disebut Ista Dewata itun tidak akan menjadi persoalan.Mengapa demikian karena dalam kitab Rg Weda I.164.46 disebutkan sebagai berikut:Ekam Satvipraa bahudha vadanti artinya Tuhan itu ESA  adanya pada Vipra(orang bijaksana)menyebutkan dengan banyak nama.Kalau dalam purana nama Tuhan itu disebutkan dengan berbagai nama hal itu syah saja menurut kitab suci Weda.
Yang penting jangan saling menyalahkan.Jangan ada yang memuja Tuhan sebagai Sri Krisna merendahkan orang yang memuja Tuhan dengan nama Siwa.Demikian juga sebaliknya.Pemuja Tuhan dengan Nama Siwa jangan menganggap salah kalau ada umat Tuhan dengan Nama Sri Krisna.Nama-nama Tuhan tersebut sama-sama ada dalam kitab purana.Purana itu adalah tergolong kitab Sastra Weda.Bukan Weda Sruti. Umumnya dikenal adanya 18 purana.Dari 18 purana itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok.Ada Satvika Purana dengan menekankan pada pemujaan Wisnu sebagai Nama Tuhan Yang Mahaesa.Ada Rajasika Purana dengan menekankan Brahma sebagai Nama Tuhan Yang Mahaesa.dan Thamasika Purana dengan menekankan Siwa sebagai Nama Tuhan Yang Mahaesa.
Brahma,Wisnu,Siwa adalah tergolong Guna Awatara yaitu tiga fungsi Tuhan yang turun menjelmakedunia sebagai pengendali Tri Guna.Wisnu adalah Tuhan sebagai pemelihara sifat-sifat Sattwam,Brahma sebagai pengendali sifat Rajas agar selalu menimbulkan aspek positifnya.
Demikian juga Siwa adalah Tuhan sebagai pengendali sfat-sifat Thamas agar sifat Thamas dapat mengekspresikan aspek positifnya.Brahma,Wisnu dan Siwa ini disebut juga Dewa Tri Murti dengan tiga fungsi yaitu sebagai pencipta,sebagai pemelihara dan sebagai pemralina.Dalam perkembangan selanjutnya sekte-sekte atau sampradaya itupun terus berkembang.Misalnya sekte siwa .Ada sekte Siwa Pasupata ada sekta Siwa Sidhanta,Sekte Waisnawa juga berkembang ada yang menekankan Maha Wisnu sebagai Nama Tuhan yang Mahaesa.Ada juga sekta Bhagawata yang menekankan Sri Bhagawan Krisna sebagai Nama Tuhan Yang Mahaesa.Adanya berbagai kelompok-kelompok tersebut adalah suatu keindahan dalam Agama Hindu.Swami Siwananda menyatakan:Hinduisme menampung segala tipe manusia dan memberikan hidangan spiritual bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan dan pertumbuhannya masing-masing.Hal ini merupakan keindahan dari Agama Hindu yang menarik hati ini itulah kemuliaan Hinduisme.Oleh karena itu tidak ada pertentangan dalam perbedaan Hinduisme.
III.Pembinaan Terhadap Sampradaya
Proses pembinaan terhadap organisasi sampradaya mengacu kepada keputusan Maha sabha VIII Parisada Hindu Dharma Indonesia yang dilaksanakan di Denpasar Bali pada tanggal 20 sampai dengan 24 september 2002 khususnya yang berkaitan bidang Agama,tindak lanjut langkah-langkah prepentif,Direktorat Jendral Bimas Hindu bersama Parisadha Hindu Dharma Indonesia pusat telah mengadakan pertemuan antar pengurus,organisasi,maupun melaksanakan orientasi pengurus lembaga keagamaan dengan menghasilkan beberapa kesepakatan yang dipakai pedoman bersama dalam melaksanakan peningkatan spiritual.Salah satu kesepakatan bersama yang diketahui oleh Dirjen Bimas Hindu dan Budha dengan pengurus harian parisada Hindu Dharma Indonesia pusat:
Kesepakatan Bersama
Om Swastyastu,
Om Ano badrah kratavo yantu visvatah,
                Dengan dilandasi keyakinan akan kebenaran kitab suci Bhagawadgita,yang menyebutkan:
                 Ye Yatha mam prapadyante,
                  Tams tathaiva bhajamy aham
                  Mama vartmanuvartante
                  Manusyah partha sarvasah.
Bagaimanapun (jalan) manusia mendekatiKu,Aku terima,Wahai Arjuna.
Manusia mengikuti pada segala jalan.
       (Bhagavadgita,IV:11)
Dalam pertemuan kekeluargaan yang diprakarsai oleh Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha bersama Parisada Hindu Dharma Pusat pada hari Senin,5 Nopember 2001 di ruang rapat Ditjen Bimas Hindu dan Budha,kami yang hadir sepakat dengan kebijakan Parisada Hindu Dharma Indonesia selaku Majelis Tertinggi Umat Hindu serta Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha maupun komponen umat Hindu lainnya,untuk senantiasa mempertahankan persatuan dan kesatuan umat Hindu dengan menjaga hubungan yang harmonis satu dengan yang lain,menghormati dan melaksanakan Keputusan Maha Sabha VIII Parisada Hindu Dharma Indonesia yang dilaksanakan tanggal 20 sampai dengan 24 september di Denpasar Bali,khususnya bidang Agama sebagai berikut:
1.      Sepakat untuk saling  menghormati tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan masing-masing sampradaya;
2.      Sepakat untuk melaksanakan kegiatan kerohanian dan keagamaan sesuai dengan tata cara yang diyakini masing-masing serta dilaksanakan dalam lingkungan atau tempat kegiatannya masing-masing;
3.      Sepakat untuk tidak mencampuri tata cara kegiatan kerohanian dan keagamaan yang dilaksanakan di tempat masing-masing serta menghormati aturan yang berlaku;
4.       Masing-masing menyadari bahwa ajaran agama Hindu merupakan ajaran suci dan sarat makna,karena itu wajib menghargai perbedaan persepsi dan tafsir yang dilaksanakan oleh masing-masing kelompok atau sampradaya dengan tidak saling mencela satu dengan lainnya.
Dengan dilandasi ketulusan dan kesucian hati serta semangat kekeluargaan untuk bersama-sama mempertahankan persatuan dan kesatuan sesame umat Hindu,semoga kesepakatan ini dapat disosialisasikan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Om Santih Santih Santih Om
Jakarta, 5 Nopember 2001

Yayasan Sri Satya Sai Baba Indonesia                                                            Dewi Mandir


LACHMAN VASWANI                                                                  KISHOO.S
Ketua                                                                                Ketua


Yayasan Keluarga Besar Chinmaya Jakarta                           Yayasan Radhan Govinda


BRAHMACARI BHARGAVA CHAITANIA                             I. WAYAN TALER WARDIKA, SH
Acharya                                                                        Sekretaris


           Guru Dwara Sikh Temple                                                 Paguyuban Majapahit


               MOHINDER SINGH                                                                  PARDIYO
Ketua                                                                                Ketua


Mengetahui,

Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma                                  Direktur Jenderal
                     Indonesia Pusat                                          Bimbingan Masyarakat Hindu Budha



I NYOMAN SUWANDHA, SH                                     DRS. WAYAN SUARJAYA, M.Si
Ketua Umum                                                         NIP. 150177471


Rabu, 19 Agustus 2009

Kebijakan Teknis Ditjen Bimas Hindu Dalam Pembinaan LPDG

Kebijakan Teknis Ditjen Bimas Hindu

Dalam Pembinaan LPDG

Oleh : I Gusti Bagus Ngurah, S.Ag

I. Pengantar

Pembangunan bidang agama dapat ditempuh melalui beberapa cara. Diantaranya adalah, pertama, peningkatan kualitas pelayanan serta pemahaman pada agama dan kehidupan beragama. Kedua, peningkatan dimensi kerukunan hidup beragama yang mendukung sikap saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat.

Pembangunan dimensi pemahaman pada agama penting dilakukan agar individu tidak menyimpang, akan tetapi semakin dekat dengan nilai, norma, dan ajaran agama. Sedangkan pembangunan dimensi kerukunan beragama juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kemajemukan sosial. Dengan demikian, suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis akan tercipta. Pada cakupan yang lebih luas, hal tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan sejahtera.

(Naskah ini dikutip dari Evaluasi Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 yang diterbitkan oleh Menpan/Ketua Bappenas)

II. Kondisi Awal

1. Kualitas Pendidikan Agama dan Beragama, serta Kehidupan Beragama yang Belum Memadai

Pembangunan agama di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan kualitas kehidupan beragama yang belum memadai. Hal ini tercermin pada perilaku sosial setiap pemeluknya. Ajaran agama yang merupakan sistem nilai seharusnya dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya, masyarakat masih sering melakukan perilaku negatif yang menyimpang dari nilai dan norma agama. Misalnya, perilaku asusila, praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan berbagai perilaku yang melanggar nilai-nilai agama lainnya. Berbagai indikasi di atas menyebabkan pendidikan agama dan keagamaan belum dapat dilaksanakan secara optimal bagi pengembangan pribadi, watak, dan akhlak mulia peserta didik, sehingga kualitas kehidupan beragama masih perlu terus ditingkatkan.

Faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan tersebut diantaranya adalah pendidikan agama belum sepenuhnya diarahkan pada latihan pengamalan secara nyata, pembentukan sikap, maupun perilaku untuk berakhlak mulia. Padahal, pendidikan agama tidak hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga dilakukan oleh keluarga, lembaga sosial keagamaan, lembaga pendidikan tradisional keagamaan, termasuk LPDG dan tempat-tempat ibadah.

2. Adanya Kesenjangan Fasilitas Keagamaan Antara Perkotaan dan Daerah Terpencil

Kondisi pelayanan kehidupan beragama juga dinilai belum memadai. Hal ini terlihat dari masih terjadinya kesenjangan fasilitas keagamaan antara perkotaan dan daerah terpencil. Sarana dan prasarana ibadah di daerah terpencil masih terbatas. Namun di lain pihak, daerah perkotaan memiliki banyak tempat peribadatan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal dalam kurun waktu tersebut, upaya peningkatan mutu pelayanan kehidupan beragama melalui pembangunan sarana dan prasarana peribadatan terus dilakukan oleh Pemerintah. Misalnya, pembangunan sarana dan prasarana di daerah yang terkena bencana dan terisolir, serta pemberian bantuan rehabilitasi bagi sarana keagamaan yang mengalami kerusakan ringan.

3. Peran Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang Belum Optimal

Upaya pemberdayaan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan adalah untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang kondusif dalam pembangunan sosial khususnya pembangunan bidang agama. Namun dalam kurun waktu 2004-2005, peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan masih belum optimal meskipun peningkatan peran lembaga tersebut terus dilakukan, yaitu melalui pelatihan manajemen kepada pengelola lembaga, bantuan sarana dan prasarana, serta block grant untuk kegiatan operasional lembaga sosial keagamaan tersebut.

Peran sosial kemasyarakatan lembaga-lembaga tersebut cukup efektif, terutama bagi masyarakat miskin dan di daerah perdesaan. Namun, sebagian besar dari lembaga tersebut belum dapat menjawab seluruh tantangan dan dinamika yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kapasitas serta kualitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan, sehingga mereka mampu berperan sebagai agen perubahan sosial. Peran tersebut berkaitan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberi kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga masyarakat yang kurang mampu terutama di daerah pedesaan.

III. Sasaran yang Ingin Dicapai

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama serta Kehidupan Beragama

a. Meningkatnya kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kualitas masyarakat dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini juga ditujukan pada anak peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak termasuk melalui LPDG;

b. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban membayar dana punia dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat;

c. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan kepercayaannya;

d. Meningkatnya kualitas manajemen dengan sasaran penghematan, pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan; serta

e. Meningkatnya peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai agen pembangunan dalam rangka meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi berbagai krisis.

IV. Posisi Capaian hingga 2008

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama dalam Kehidupan

Untuk meningkatkan kadar keimanan dan ketakwaan serta memperluas wawasan keagamaan umat beragama, Pemerintah ikut membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kitab suci agama Hindu termasuk terjemahan dan tafsirnya serta buku-buku keagamaan lainnya.

Selain itu, dalam kurun waktu 2005-2008 juga telah diberikan berbagai bantuan dana dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama kepada masyarakat dalam kehidupan riil. Bantuan tersebut meliputi:

1. Pemberian bantuan operasional juru penerang agama;

2. Pemberian bantuan kepada organisasi sosial/yayasan/LSM;

3. Pengadaan bimbingan dan dakwah agama;

4. Pembinaan dan bimbingan ibadah sosial;

5. Pembinaan kepada penyuluh agama; serta

6. Pengembangan kelembagaan.

V. Permasalahan Pencapaian Sasaran

A. Pendidikan Agama dan Keagamaan, Pemahaman, Penghayatan, serta Pengamalan Ajaran yang Kurang Optimal

Kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di masyarakat disebabkan oleh beberapa permasalahan. Salah satunya adalah kehidupan beragama pada sebagian masyarakat masih berada pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum bersifat substansial. Hal ini tercermin pada gejala-gejala negatif seperti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan norkoba, pornografi, pornoaksi, dan perjudian. Selain itu, angka perceraian yang tinggi dan ketidakharmonisan keluarga menunjukkan masih lemahnya peran keluarga sebagai basis pembinaan masyarakat dan bangsa. Berbagai perilaku masyarakat yang bertentangan dengan moralitas dan etika keagamaan juga merupakan gambaran kesenjangan antara ajaran agama dengan pemahaman dan pengamalannya.

Di samping itu, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan juga belum sepenuhnya berjalan efektif. Hal tersebut, antara lain disebabkan oleh:

a. Kurikulum pendidikan agama lebih menekankan aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek pengamalan ajaran agama dalam pembentukan akhlak dan karakter;

b. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu belum mencukupi;

c. Sarana dan prasarana yang terbatas; serta

d. Fasilitas pendukung lainnya yang kurang memadai.

Padahal di sisi lain, arus globalisasi terutama melalui media cetak dan elektronik dapat masuk dengan cepat ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi peserta didik dan prilaku sosial yang tidak sejalan dengan ajaran agama. Oleh karena itu, peran pendidikan agama dan keagamaan menjadi sangat penting guna membentengi peserta didik dari dampak negatif globalisasi.

Salah satunya adalah melalui penyelenggaraan Utsawa Dharma Gita, selaku pelaksanaam di tingkat nasional pada tingkat daerah dilaksanakan pembinaan secara berkala setiap tahun

B. Peran dan Fungsi Lembaga-lembaga Sosial dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang Belum Optimal

Upaya peningkatan peran dan fungsi lembaga-lembaga sosial dan lembaga pendidikan keagamaan belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan. Meskipun jumlahnya terus bertambah, namun tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan profesionalisme kelembagaan. Akibatnya, lembaga-lembaga tersebut tidak dapat menunaikan pe-rannya sebagai bagian dari agen perubahan sosial dalam masyarakat. Lembagalembaga sosial juga dinilai belum mampu berperan mengurangi dampak negatif ekstrimisme yang dapat memicu terjadinya konflik antar-kelompok baik internumat beragama maupun antarumat beragama.

VI. Upaya yang Dilakukan untuk Mencapai Sasaran

Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Kehidupan Beragama

Langkah tindak lanjut yang akan dilakukan sebagai upaya mencapai sasaran RPJMN 2004-2009 antara lain:

a. Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama, melalui peningkatan kualitas materi dan tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya, terutama yang bertugas di daerah rawan konflik dan daerah terpencil dan daerah terkena musibah;

b. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, antara lain melalui peningkatan ketersediaan dan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan bidang agama dan keagamaan;

c. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar dana punia; serta peningkatan profesionalisme tenaga pengelolanya;

d. Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;

e. Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/ sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembinaan moral dan etika masyarakat;

f. Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

VII. Perkiraan Pencapaian Sasaran RPJMN 2004-2009

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Kehidupan Beragama

(1) Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan, Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, serta Pengembangan Nilai-nilai Ajaran Agama, yang meliputi:

a. Meningkatnya jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki wawasan multikulturalisme;

b. Tersalurkannya beasiswa bagi pendidik bidang agama yang mengikuti program pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;

c. Meningkatnya wawasan dan pemahaman agama di kalangan masyarakat dan aparatur negara;

d. Meningkatnya jumlah keluarga harmonis yang dibina;

e. Meningkatnya kualitas dan kuantitas penyuluh, pembimbing, mubalig/dai, serta pemuka agama;

f. Berkurangnya pornografi, pornoaksi, praktik KKN, perjudian, penyalahgunaan narkoba, prostitusi, dan berbagai jenis praktik asusila;

g. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan;

h. Berkembangnya materi, metodologi, manajemen penyuluhan, dan bimbingan keagamaan; serta

i. Meningkatnya aktivitas keagamaan di daerah tertinggal, terpencil, pasca-konflik, dan bencana alam.

(2) Peningkatan Mutu Fasilitas dan Pelayanan Keagamaan. Pencapaian sasaran ini diperkirakan meliputi:

a. Tersedianya sarana keagamaan berupa rumah ibadah di daerah bencana;

b. Meningkatnya jumlah sarana keagamaan yang layak;

c. Meningkatnya jumlah sarana ibadah di lingkungan sekolah; serta

d. Meningkatnya manfaat sosial ekonomi yang bisa dirasakan dengan keberadaan tempat peribadatan.

(3) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penghimpunan Dana Sosial diperkirakan akan tercapai dengan:

a. Terkelolanya dana sosial keagamaan secara profesional, terbuka, dan akuntabel seperti layaknya lembaga keuangan lainnya yang dapat diaudit oleh akuntan publik;

b. Meningkatnya kinerja lembaga pengelola dana sosial keagamaan;

c. Terciptanya koordinasi antar-lembaga pengelola dana sosial keagamaan; serta

d. Meningkatnya dana sosial keagamaan yang dihimpun dan disalurkan.

(4) Peningkatan Kualitas LPDG

a. Memiliki AD & ART;

b. Memiliki program yang jelas;

c. Memiliki pedoman dalam pelaksanaannya

VIII. Pengembangan Kulitas Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG)

Perkembangan dan penyebaran Agama Hindu keseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia tidak terlepas dari peran seni budaya terutama di bidang olah seni suara (gita). Hindu mewarisi satu tradisi besar yaitu tradisi membaca karya-karya sastra keagamaan atau kawya. Tradisi itu masih hidup sampai sekarang walapun memiliki akar sejarah yang sangat tua dan melintasi jaman yang berbeda dan sangat panjang.

1. Dalam perkembangan Agama Hindu tumbuh kelompok-kelompok di masyarakat yang bergerak di bidang seni suara baik itu kidung kekawin, geguritan, kandayu, tandak, dan istilah-istilah lain sesuai dengan bahasa dan tradisi kehinduan di daerah setempat. Orang–orang dalam kelompok ini umumnya memiliki “rasa keagamaan” yang dalam serta lebih akrab dengan kegiatan ritual keagamaan.

2. Seni suara tersebut ikut berperan memperkaya tata ibadah dan ritual Agama Hindu, bahkan lantunan kidung yang mengiringi upacara/ritual keagamaan dirasa sangat membantu menciptakan hening sehingga menambah kekhusukan ibadah. Agama dan seni menyatu sedemikian rupa dan saling mendukung dalam Hindu; ajaran agama berfungsi mengarahkan dan menuntun mencapai tujuan hidup, dengan agama pula kita dapat memaknai hidup dan kehidupan.

3. Materi yang dikidungkan adalah ayat-ayat suci Weda dengan segala turunan kitab-kitabnya seperti Kitab Sruti, Smrti, Purana, Bhagawadgita, dan kitab-kitab susastra karya para pujangga/mpu jaman dahulu yang mengandung nilai-nilai Agama Hindu. Semakin dilantunkan, maka rasa keagamaan dimaksud semakin khusuk dalam membantu menghayati hakekat makna yang terkandung di dalam syair-syair gita tersebut, pada akhirnya mengalir bhakti yang begitu tulus kepada Tuhan penguasa alam semesta, guna meraih jagadhita dan moksa.

Seni berfungsi untuk memperhalus dan memperindah kehidupan dalam hubungan dengan manusia, alam lingkungan dan hubungan dengan Tuhan. Seni tak pernah berhenti menghasilkan kreasi dan variasi, termasuk seni suara, sebab itu penghayatan dan pengamalan Agama Hindu melalui dharma gita perlu terus dikembangkan dan menjadi tugas pokok Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG).

Kegiatan festival dharma gita yang disebut Utsawa Dharma Gita berawal dari Bali dan telah berlangsung sejak awal tahun delapan puluhan, namun belum melibatkan peserta provinsi seluruh Indonesia. UDG Tingkat Nasional telah diselenggarakan 10 (sepuluh) kali. Payung hukum pembentukan lembaga yang menaungi kegiatan UDG baru ada sejak terbitnya Keputusan Menteri Agama RI nomor 488 Tahun 2000 tanggal 19 Desember 2000 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Dharma Gita.

Dalam diktum keempat SK Menag disebutkan bahwa tujuan pembentukan Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG) adalah untuk mewujudkan penghayatan dan pengamalan Weda dalam masyarakat Hindu yang ber-Pancasila. Untuk mencapai tujuan itu LPDG melakukan kegiatan, yaitu:

1. Menyelenggarakan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional dan Daerah;

2. Menyelenggarakan pameran, seminar, pesantian dan sayembara;

3. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan Weda dalam kehidupan sehari-hari.

A. Pembentukan LPDG

LPDG dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama, untuk di Pusat diketuai oleh Dirjen Bimas Hindu dan Kepengurusan dibawahnya terdiri dari unsur Ditjen dan Lembaga dan Parisada.

Pelaksanaan LPDG adalah merupakan bagian kegiatan dari Direktorat Jenderal Bimas Hindu, maka untuk pembentukan LPDG di daerah hendaknya berdasarkan pengangkatan oleh Gubernur dan Ketuanya adalah Kabid atau Pembimas Hindu di daerah.

Pelaporan

a. Kepada Atasan langsung; Kakanwil

b. Kepada sumber dana;

c. Kepada donatur.

B. Sumber Dana

Sebagai sumber dana, karena LPDG adalah kegiatan Ditjen, maka salah satu sumber dana adalah dari dana DIPA Ditjen yang didistribusikan ke LPDG daerah melalui block grand.

Disamping dana dari APBN yaitu DIPA Ditjen, untuk di daerah dengan pengangkatan/pembentukan Pengurus LPDG oleh Gubernur, diharapkan untuk pembinaan dapat dialokasikan anggaran melalui APBD Provinsi/Kabupaten di daerah masing-masing.

Juga diharapkan dana bantuan dari sumbangan lembaga/badan/individu yang tidak mengikat.

C. Rekening Bank dan NPWP

Untuk dapat menampung bantuan baik dari APBN maupun APBD maka LPDG baik Pusat maupun Daerah harus memiliki rekening bank. Rekening bank ini setiap menerima bantuan karena aturan yang berlaku harus dilengkapi dengan rekomendasi dari bank yang bersangkutan bahwa rekening yang bersangkutan masih aktif.

Disamping itu lembaga (LPDG harus memiliki NPWP.

D. AD & ART

Untuk dapat mengurus NPWP, maka lembaga (LPDG) diwajibkan oleh peraturan memiliki AD dan ART.

E. Harapan

Harapan dengan kegiatan pertemuan ini untuk dapat menyusun, yaitu:

1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

2. Program Kerja;

3. Pedoman penyelenggaraan tahun yang akan datang.

Panitia sudah menyiapkan draftnya masing-masing, untuk dapat dicermati dan disempurnakan bersama-sama agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dalam pengembangan dan peningkatan LPDG kedepan.

Masukan-masukan dari para peserta sangat diharapkan dalam kegiatan diskusi yang akan diselenggarakan berdasarkan pengalaman-pengalaman pada waktu –waktu yang lalu serta bagaimana yang menjadi harapan kedepan agar pelaksanaan Utsawa Dharma Gita dapat menjadi salah satu Lembaga Pendidikan Keagamaan dalam menggali nilai-nilai agama untuk lebih didalami dapat memperluas wawasan kehidupan beragama dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh Umat Hindu.

Demikian yang dapat diarahkan pada kesempatan pertemuan ini, dan kami ucapkan selamat bekerja.

Om Shanti, Shanti, Shanti OM