Rabu, 19 Agustus 2009

Kebijakan Teknis Ditjen Bimas Hindu Dalam Pembinaan LPDG

Kebijakan Teknis Ditjen Bimas Hindu

Dalam Pembinaan LPDG

Oleh : I Gusti Bagus Ngurah, S.Ag

I. Pengantar

Pembangunan bidang agama dapat ditempuh melalui beberapa cara. Diantaranya adalah, pertama, peningkatan kualitas pelayanan serta pemahaman pada agama dan kehidupan beragama. Kedua, peningkatan dimensi kerukunan hidup beragama yang mendukung sikap saling percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat.

Pembangunan dimensi pemahaman pada agama penting dilakukan agar individu tidak menyimpang, akan tetapi semakin dekat dengan nilai, norma, dan ajaran agama. Sedangkan pembangunan dimensi kerukunan beragama juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kemajemukan sosial. Dengan demikian, suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis akan tercipta. Pada cakupan yang lebih luas, hal tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan sejahtera.

(Naskah ini dikutip dari Evaluasi Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 yang diterbitkan oleh Menpan/Ketua Bappenas)

II. Kondisi Awal

1. Kualitas Pendidikan Agama dan Beragama, serta Kehidupan Beragama yang Belum Memadai

Pembangunan agama di Indonesia masih dihadapkan pada persoalan kualitas kehidupan beragama yang belum memadai. Hal ini tercermin pada perilaku sosial setiap pemeluknya. Ajaran agama yang merupakan sistem nilai seharusnya dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya, masyarakat masih sering melakukan perilaku negatif yang menyimpang dari nilai dan norma agama. Misalnya, perilaku asusila, praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan berbagai perilaku yang melanggar nilai-nilai agama lainnya. Berbagai indikasi di atas menyebabkan pendidikan agama dan keagamaan belum dapat dilaksanakan secara optimal bagi pengembangan pribadi, watak, dan akhlak mulia peserta didik, sehingga kualitas kehidupan beragama masih perlu terus ditingkatkan.

Faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan tersebut diantaranya adalah pendidikan agama belum sepenuhnya diarahkan pada latihan pengamalan secara nyata, pembentukan sikap, maupun perilaku untuk berakhlak mulia. Padahal, pendidikan agama tidak hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga dilakukan oleh keluarga, lembaga sosial keagamaan, lembaga pendidikan tradisional keagamaan, termasuk LPDG dan tempat-tempat ibadah.

2. Adanya Kesenjangan Fasilitas Keagamaan Antara Perkotaan dan Daerah Terpencil

Kondisi pelayanan kehidupan beragama juga dinilai belum memadai. Hal ini terlihat dari masih terjadinya kesenjangan fasilitas keagamaan antara perkotaan dan daerah terpencil. Sarana dan prasarana ibadah di daerah terpencil masih terbatas. Namun di lain pihak, daerah perkotaan memiliki banyak tempat peribadatan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal dalam kurun waktu tersebut, upaya peningkatan mutu pelayanan kehidupan beragama melalui pembangunan sarana dan prasarana peribadatan terus dilakukan oleh Pemerintah. Misalnya, pembangunan sarana dan prasarana di daerah yang terkena bencana dan terisolir, serta pemberian bantuan rehabilitasi bagi sarana keagamaan yang mengalami kerusakan ringan.

3. Peran Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang Belum Optimal

Upaya pemberdayaan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan adalah untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang kondusif dalam pembangunan sosial khususnya pembangunan bidang agama. Namun dalam kurun waktu 2004-2005, peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan masih belum optimal meskipun peningkatan peran lembaga tersebut terus dilakukan, yaitu melalui pelatihan manajemen kepada pengelola lembaga, bantuan sarana dan prasarana, serta block grant untuk kegiatan operasional lembaga sosial keagamaan tersebut.

Peran sosial kemasyarakatan lembaga-lembaga tersebut cukup efektif, terutama bagi masyarakat miskin dan di daerah perdesaan. Namun, sebagian besar dari lembaga tersebut belum dapat menjawab seluruh tantangan dan dinamika yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kapasitas serta kualitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan, sehingga mereka mampu berperan sebagai agen perubahan sosial. Peran tersebut berkaitan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberi kesempatan memperoleh pendidikan bagi warga masyarakat yang kurang mampu terutama di daerah pedesaan.

III. Sasaran yang Ingin Dicapai

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama serta Kehidupan Beragama

a. Meningkatnya kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kualitas masyarakat dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini juga ditujukan pada anak peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, sehingga pemahaman dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini pada anak-anak termasuk melalui LPDG;

b. Meningkatnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban membayar dana punia dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat;

c. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai agama dan kepercayaannya;

d. Meningkatnya kualitas manajemen dengan sasaran penghematan, pencegahan korupsi, dan peningkatan kualitas pelayanan; serta

e. Meningkatnya peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai agen pembangunan dalam rangka meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi berbagai krisis.

IV. Posisi Capaian hingga 2008

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Agama dalam Kehidupan

Untuk meningkatkan kadar keimanan dan ketakwaan serta memperluas wawasan keagamaan umat beragama, Pemerintah ikut membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kitab suci agama Hindu termasuk terjemahan dan tafsirnya serta buku-buku keagamaan lainnya.

Selain itu, dalam kurun waktu 2005-2008 juga telah diberikan berbagai bantuan dana dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama kepada masyarakat dalam kehidupan riil. Bantuan tersebut meliputi:

1. Pemberian bantuan operasional juru penerang agama;

2. Pemberian bantuan kepada organisasi sosial/yayasan/LSM;

3. Pengadaan bimbingan dan dakwah agama;

4. Pembinaan dan bimbingan ibadah sosial;

5. Pembinaan kepada penyuluh agama; serta

6. Pengembangan kelembagaan.

V. Permasalahan Pencapaian Sasaran

A. Pendidikan Agama dan Keagamaan, Pemahaman, Penghayatan, serta Pengamalan Ajaran yang Kurang Optimal

Kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di masyarakat disebabkan oleh beberapa permasalahan. Salah satunya adalah kehidupan beragama pada sebagian masyarakat masih berada pada tataran simbol-simbol keagamaan dan belum bersifat substansial. Hal ini tercermin pada gejala-gejala negatif seperti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan norkoba, pornografi, pornoaksi, dan perjudian. Selain itu, angka perceraian yang tinggi dan ketidakharmonisan keluarga menunjukkan masih lemahnya peran keluarga sebagai basis pembinaan masyarakat dan bangsa. Berbagai perilaku masyarakat yang bertentangan dengan moralitas dan etika keagamaan juga merupakan gambaran kesenjangan antara ajaran agama dengan pemahaman dan pengamalannya.

Di samping itu, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan juga belum sepenuhnya berjalan efektif. Hal tersebut, antara lain disebabkan oleh:

a. Kurikulum pendidikan agama lebih menekankan aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek pengamalan ajaran agama dalam pembentukan akhlak dan karakter;

b. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu belum mencukupi;

c. Sarana dan prasarana yang terbatas; serta

d. Fasilitas pendukung lainnya yang kurang memadai.

Padahal di sisi lain, arus globalisasi terutama melalui media cetak dan elektronik dapat masuk dengan cepat ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi peserta didik dan prilaku sosial yang tidak sejalan dengan ajaran agama. Oleh karena itu, peran pendidikan agama dan keagamaan menjadi sangat penting guna membentengi peserta didik dari dampak negatif globalisasi.

Salah satunya adalah melalui penyelenggaraan Utsawa Dharma Gita, selaku pelaksanaam di tingkat nasional pada tingkat daerah dilaksanakan pembinaan secara berkala setiap tahun

B. Peran dan Fungsi Lembaga-lembaga Sosial dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang Belum Optimal

Upaya peningkatan peran dan fungsi lembaga-lembaga sosial dan lembaga pendidikan keagamaan belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan. Meskipun jumlahnya terus bertambah, namun tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan profesionalisme kelembagaan. Akibatnya, lembaga-lembaga tersebut tidak dapat menunaikan pe-rannya sebagai bagian dari agen perubahan sosial dalam masyarakat. Lembagalembaga sosial juga dinilai belum mampu berperan mengurangi dampak negatif ekstrimisme yang dapat memicu terjadinya konflik antar-kelompok baik internumat beragama maupun antarumat beragama.

VI. Upaya yang Dilakukan untuk Mencapai Sasaran

Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Kehidupan Beragama

Langkah tindak lanjut yang akan dilakukan sebagai upaya mencapai sasaran RPJMN 2004-2009 antara lain:

a. Peningkatan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama, melalui peningkatan kualitas materi dan tenaga penyuluh agama dan pelayanan keagamaan lainnya, terutama yang bertugas di daerah rawan konflik dan daerah terpencil dan daerah terkena musibah;

b. Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, antara lain melalui peningkatan ketersediaan dan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan bidang agama dan keagamaan;

c. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar dana punia; serta peningkatan profesionalisme tenaga pengelolanya;

d. Peningkatan kualitas penataan dan pengelolaan serta pengembangan fasilitas pada pelaksanaan ibadah, dengan memperhatikan kepentingan seluruh lapisan umat beragama dengan akses yang sama bagi setiap pemeluk agama;

e. Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/ sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembinaan moral dan etika masyarakat;

f. Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan;

VII. Perkiraan Pencapaian Sasaran RPJMN 2004-2009

Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Pemahaman Kehidupan Beragama

(1) Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan, Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, serta Pengembangan Nilai-nilai Ajaran Agama, yang meliputi:

a. Meningkatnya jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki wawasan multikulturalisme;

b. Tersalurkannya beasiswa bagi pendidik bidang agama yang mengikuti program pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;

c. Meningkatnya wawasan dan pemahaman agama di kalangan masyarakat dan aparatur negara;

d. Meningkatnya jumlah keluarga harmonis yang dibina;

e. Meningkatnya kualitas dan kuantitas penyuluh, pembimbing, mubalig/dai, serta pemuka agama;

f. Berkurangnya pornografi, pornoaksi, praktik KKN, perjudian, penyalahgunaan narkoba, prostitusi, dan berbagai jenis praktik asusila;

g. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana penerangan dan bimbingan keagamaan;

h. Berkembangnya materi, metodologi, manajemen penyuluhan, dan bimbingan keagamaan; serta

i. Meningkatnya aktivitas keagamaan di daerah tertinggal, terpencil, pasca-konflik, dan bencana alam.

(2) Peningkatan Mutu Fasilitas dan Pelayanan Keagamaan. Pencapaian sasaran ini diperkirakan meliputi:

a. Tersedianya sarana keagamaan berupa rumah ibadah di daerah bencana;

b. Meningkatnya jumlah sarana keagamaan yang layak;

c. Meningkatnya jumlah sarana ibadah di lingkungan sekolah; serta

d. Meningkatnya manfaat sosial ekonomi yang bisa dirasakan dengan keberadaan tempat peribadatan.

(3) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penghimpunan Dana Sosial diperkirakan akan tercapai dengan:

a. Terkelolanya dana sosial keagamaan secara profesional, terbuka, dan akuntabel seperti layaknya lembaga keuangan lainnya yang dapat diaudit oleh akuntan publik;

b. Meningkatnya kinerja lembaga pengelola dana sosial keagamaan;

c. Terciptanya koordinasi antar-lembaga pengelola dana sosial keagamaan; serta

d. Meningkatnya dana sosial keagamaan yang dihimpun dan disalurkan.

(4) Peningkatan Kualitas LPDG

a. Memiliki AD & ART;

b. Memiliki program yang jelas;

c. Memiliki pedoman dalam pelaksanaannya

VIII. Pengembangan Kulitas Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG)

Perkembangan dan penyebaran Agama Hindu keseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia tidak terlepas dari peran seni budaya terutama di bidang olah seni suara (gita). Hindu mewarisi satu tradisi besar yaitu tradisi membaca karya-karya sastra keagamaan atau kawya. Tradisi itu masih hidup sampai sekarang walapun memiliki akar sejarah yang sangat tua dan melintasi jaman yang berbeda dan sangat panjang.

1. Dalam perkembangan Agama Hindu tumbuh kelompok-kelompok di masyarakat yang bergerak di bidang seni suara baik itu kidung kekawin, geguritan, kandayu, tandak, dan istilah-istilah lain sesuai dengan bahasa dan tradisi kehinduan di daerah setempat. Orang–orang dalam kelompok ini umumnya memiliki “rasa keagamaan” yang dalam serta lebih akrab dengan kegiatan ritual keagamaan.

2. Seni suara tersebut ikut berperan memperkaya tata ibadah dan ritual Agama Hindu, bahkan lantunan kidung yang mengiringi upacara/ritual keagamaan dirasa sangat membantu menciptakan hening sehingga menambah kekhusukan ibadah. Agama dan seni menyatu sedemikian rupa dan saling mendukung dalam Hindu; ajaran agama berfungsi mengarahkan dan menuntun mencapai tujuan hidup, dengan agama pula kita dapat memaknai hidup dan kehidupan.

3. Materi yang dikidungkan adalah ayat-ayat suci Weda dengan segala turunan kitab-kitabnya seperti Kitab Sruti, Smrti, Purana, Bhagawadgita, dan kitab-kitab susastra karya para pujangga/mpu jaman dahulu yang mengandung nilai-nilai Agama Hindu. Semakin dilantunkan, maka rasa keagamaan dimaksud semakin khusuk dalam membantu menghayati hakekat makna yang terkandung di dalam syair-syair gita tersebut, pada akhirnya mengalir bhakti yang begitu tulus kepada Tuhan penguasa alam semesta, guna meraih jagadhita dan moksa.

Seni berfungsi untuk memperhalus dan memperindah kehidupan dalam hubungan dengan manusia, alam lingkungan dan hubungan dengan Tuhan. Seni tak pernah berhenti menghasilkan kreasi dan variasi, termasuk seni suara, sebab itu penghayatan dan pengamalan Agama Hindu melalui dharma gita perlu terus dikembangkan dan menjadi tugas pokok Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG).

Kegiatan festival dharma gita yang disebut Utsawa Dharma Gita berawal dari Bali dan telah berlangsung sejak awal tahun delapan puluhan, namun belum melibatkan peserta provinsi seluruh Indonesia. UDG Tingkat Nasional telah diselenggarakan 10 (sepuluh) kali. Payung hukum pembentukan lembaga yang menaungi kegiatan UDG baru ada sejak terbitnya Keputusan Menteri Agama RI nomor 488 Tahun 2000 tanggal 19 Desember 2000 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Dharma Gita.

Dalam diktum keempat SK Menag disebutkan bahwa tujuan pembentukan Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG) adalah untuk mewujudkan penghayatan dan pengamalan Weda dalam masyarakat Hindu yang ber-Pancasila. Untuk mencapai tujuan itu LPDG melakukan kegiatan, yaitu:

1. Menyelenggarakan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional dan Daerah;

2. Menyelenggarakan pameran, seminar, pesantian dan sayembara;

3. Meningkatkan penghayatan dan pengamalan Weda dalam kehidupan sehari-hari.

A. Pembentukan LPDG

LPDG dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama, untuk di Pusat diketuai oleh Dirjen Bimas Hindu dan Kepengurusan dibawahnya terdiri dari unsur Ditjen dan Lembaga dan Parisada.

Pelaksanaan LPDG adalah merupakan bagian kegiatan dari Direktorat Jenderal Bimas Hindu, maka untuk pembentukan LPDG di daerah hendaknya berdasarkan pengangkatan oleh Gubernur dan Ketuanya adalah Kabid atau Pembimas Hindu di daerah.

Pelaporan

a. Kepada Atasan langsung; Kakanwil

b. Kepada sumber dana;

c. Kepada donatur.

B. Sumber Dana

Sebagai sumber dana, karena LPDG adalah kegiatan Ditjen, maka salah satu sumber dana adalah dari dana DIPA Ditjen yang didistribusikan ke LPDG daerah melalui block grand.

Disamping dana dari APBN yaitu DIPA Ditjen, untuk di daerah dengan pengangkatan/pembentukan Pengurus LPDG oleh Gubernur, diharapkan untuk pembinaan dapat dialokasikan anggaran melalui APBD Provinsi/Kabupaten di daerah masing-masing.

Juga diharapkan dana bantuan dari sumbangan lembaga/badan/individu yang tidak mengikat.

C. Rekening Bank dan NPWP

Untuk dapat menampung bantuan baik dari APBN maupun APBD maka LPDG baik Pusat maupun Daerah harus memiliki rekening bank. Rekening bank ini setiap menerima bantuan karena aturan yang berlaku harus dilengkapi dengan rekomendasi dari bank yang bersangkutan bahwa rekening yang bersangkutan masih aktif.

Disamping itu lembaga (LPDG harus memiliki NPWP.

D. AD & ART

Untuk dapat mengurus NPWP, maka lembaga (LPDG) diwajibkan oleh peraturan memiliki AD dan ART.

E. Harapan

Harapan dengan kegiatan pertemuan ini untuk dapat menyusun, yaitu:

1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

2. Program Kerja;

3. Pedoman penyelenggaraan tahun yang akan datang.

Panitia sudah menyiapkan draftnya masing-masing, untuk dapat dicermati dan disempurnakan bersama-sama agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dalam pengembangan dan peningkatan LPDG kedepan.

Masukan-masukan dari para peserta sangat diharapkan dalam kegiatan diskusi yang akan diselenggarakan berdasarkan pengalaman-pengalaman pada waktu –waktu yang lalu serta bagaimana yang menjadi harapan kedepan agar pelaksanaan Utsawa Dharma Gita dapat menjadi salah satu Lembaga Pendidikan Keagamaan dalam menggali nilai-nilai agama untuk lebih didalami dapat memperluas wawasan kehidupan beragama dan menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh Umat Hindu.

Demikian yang dapat diarahkan pada kesempatan pertemuan ini, dan kami ucapkan selamat bekerja.

Om Shanti, Shanti, Shanti OM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar