Kamis, 02 April 2009

KAJIAN FILOSOFIS PERAYAAN GALUNGAN



Om Gurur Brāhma gurur Vişnu
Gurur deva Mahasvarah
Gurur sākşat param Brahma
Tasmai srigurave namah. (mantramaňjari.3)

Ya Tuhan, Engkau berwujud sebagai Tri Murti Guru
Engkau adalah guru tertinggi dan penguasa Agung,
Tuhan adalah guru sejati yang mahatinggi, kepada Mulah hamba Mu memuja

Swami Sathya Narayana menyatakan bahwa ketika pada jaman Kerta manusia tidak punya musuh, pada jaman Treta musuh manusia masih jauh dari negerinya ( Sang Rama musuhnya ada di Alengka), pada jaman Dwapara musuh manusia ada dalam lingkungan keluarganya (Pandawa yang lahir pada jaman ini musuhnya adalah sepupunya sendiri yaitu Korawa) dan pada jaman Kali enam musuh manusia itu sudah masuk sangat kuat dalam diri setiap orang yang disebut Ari sad Warga ( Ari = musuh, Sad = enam, Warga = jalinan).

Maka dalam Bhagawadgita XIV. 21 disebutkan bahwa Kama, Krodha, dan Lobha sebagai tiga pintu neraka yang harus diperangi dengan senjata Prama dan Bhakti kepada Sanghyang Widhi. Karena orang yang melakukan bhakti kepada Sanghyang Widhi hidupnya akan selalu terlindungi, hal ini secara tegas dituangkan dalam Bhagawadgitha IX.22 : “ Ananyās cintayanto mam,Yejanah paryupasate,tesam nityabhyuktanam, yogaksenam vahamyaham ( barang siapa yangselalu mengadakan puja bhakti kepada-Ku , maka kepasdanya akan kerikan apa yang mereka tidak punya akan Kulindungi apa yang mereka miliki)”.
Demikian juga dengan kisah Pralada yang selalu melakukan smaranam yaitu mengingat nama Tuhan secara berulang dalam hatinya maka Dia dilindung oleh kekuatan Bhaktinya itu, berapa kali mau dibunuh oleh ayahnya (yang tidak percaya Tuhan dan Hiranyakasipu memang tidak bisa dibunuh oleh manusia, senjata dan para Dewa maka sombong untuk memuja dirinya). Marah terhadap anaknya Pralada yang melakukan pemujaan kepada Tuhan, Hiranyakasipu ingin meracun malah racun berubah menjadi amrta, dikamarnya ditaruh ular berbisa, harimau yang galak malah berubah bersahabat dengan Pralada. Pralada mengatakan kepada ayahnya bahwa Tuhan ada dimana-mana, namun ayahnya tidak percaya akhirnya terbunuh oleh Narasima yang berbadan manusia dan berkepala singa. Hal ini pernah terjadi ketika sejak awal perayaan Galungan di Bali pada tahun 804 saka (882 M), dan dihentikan perayaannya pada tahun 1103 saka (1181) pada saat Bali dipimpin oleh Raja Sri Ekajaya dan baru dirayakan kembali pada tahun 1126 Saka (1204 M) pada masa pemerintahan Sri Jayakasunu setelah melakukan Dewa Sraya (tapabrata yoga semadi ) di Dalem Puri dan mendapat pawisik Dewi Durga bahwa musibah yang menimpa Bali berakhir bila Galungan dirayakan kembali.karena Galungan merupakan proses menuju heningnya rohani dan terangnya pikiran dan melenyapkan kekacauan pikiran (Lontar Sunarigama).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar